setiap anak adalah pemimpin
setiap anak punya mimpi
setiap anak punya keinginan
setiap anak punya rasa

matahari tersenyum terik...
rumput bergoyang bersahabat dengan angin...
langit tak menampakkan mendung seperti biasa...
seolah turut dalam semangat petualangan
qt...


_______________________ tapi camping tak berjalan mulus kawan namanya juga anak - anak... (Akankah? bintang telah hilang part3)
“Ayo dong Rama bantu aku pasnag tendanya, tami ambil tikar di dalam ya…” Redu bersemangat mengkoordinasi saudara-sdaranya
“ lho… katanya aku komandan lapangan, ko’ aku bikin tenda juga ?” protes Rama
“lha kan sama-sama bikin tenda dulu…, gimana mau main kalo rumahnya aja belum ada”
“ trus aku ngapain…aku nggak tahu, nggak ngerti” semburat kebingungan nampak diwajah Rama.
“ bantuin aku nancepin pasak ini di tanah, trus pegangin talinya…”
Ngeng…… ngeng…..ngeng…… syu......t , Alto asyik dengan pesawat pisaunya, dia memainkan pisau seolah pesawat, digoyang- goyangkan lalu di lempar.( WARNING, jgn dekatkan benda tajam ke anak- anak karena bias berbahaya…)
“ Mas Alto,, mba bisa pinjam pisaunya…” aku perlahan mendekat
“nggak boleh, apa lo apa lo” nadanya menunjukkan pertahanan diri Alto
“ hum…. Yaudah deh mba ganti pake maenan pesawat beneran mau? “
“ bisa nancep kaya gini nggak?” Alto melempar pisau itu ke tanah, sontak aku kaget plus khawatir, beruntungnya tak ada orang di tempat mendaratanya pesawat pisau itu.
“hehehe…. Wah keren…. Coba kita buat …” aku mengambil kertas dan mengalihkan perhatiannya untuk membuat pesawat. Pisaupun berhasil disembunyikan.
Sementara itu Redu dan Rama ayik dengan tendanya, sedangkan Tami dan raras asyik membuat pernak – pernik dari barang2 bekas Tami.

Matahari bersinar menampakkan kehangatan, awan bersahabat menyeimbangkan sinar matahari, sejauh ini tak ada hal yg berarti yang mengganggu petualangan kami….semua pada rencana semula. Aku merasakan mereka saling menjaga, saling berbagi, saling bekerja sama... Tanpa disadari bocah – bocah ini belajar makna persahabatan, makna betapa berartinya orang lain bagi diri kita… Mereka larut dalam permainan masing – masing, tahap awal mendirikan tenda sebagai rumah membuat tenaga ini hilang sedikit, ya hanya sedikit, karena anak – anak mempunyai cadangan tenaga ekstra di setiap aktifitasnya sangat ekstra, pasca makan siang, insiden kecil terjadi.

‘Prang…..’ pecahan piring berserakan di sekitar tikar rumah kecil kami. Alto telah siaga dengan pisau pesawat di tangannya, entah darimana ia mendapatkan psau itu padaha aku telah menjauhkannya tadi.

Aku memandang ke sekiling rumah kecil, mencoba mencari tahu apa yang terjadi, mbRaras sudah meringkuk dalam isaknya di pangkuan mba Tami, bajunya penuh dengan percikan cat poster. Sedangkan mba Tami erat emeluk sepupunya. Mataku mencari dua makhluk pemimpin yang lain.

“dimana Redu dan Rama ? “ tanyaku berusaha lembut kepada mba Tami.
Hanya gelengan kepala yang kudapat. Aku keluar dari rumah kecil itu, mencari kedua pemimpin yang sangat agresif, Alto mengikutiku, dan aku biarkan dia membawa pisau itu. hum…. Sontak kaget Redu memegang kucing berbulu hitam putih yang tidak lucu sama sekali bagiku, Rama memegang sapu, entah untuk apa?

“Hai jagoan – jagoan, kalian lagi ngapain ?” berusaha santai kaya dipantai :p.
Belum Redu menjawab, Alto sudah berlari menuju Redu dengan membawa pisau, seolah mau membunuh sesuatu, Rama tetap dalam pertahanannya. Redu spontan lari sambil berteriak “ kucing ini nggak salah, jangan bunuh dia … aku mohon…“

Spontan pula aku ikut mengejar mereka, hipotesisku Rama merasa terganggu dengan kehadiran kucing, karena memang dia takut dengan kucing karena penyakit asmanya, sedangkan Alto ingin melindungi Rama dan Redu tak ingin kucing itu tersakiti, ah… semuanya benar, semuanya punya alasan yang benar, dan aku hanya khawatir sesuatu mngerikan terjadi dengan pisu di tangan Alto, yang ku takutkan akan tepat sasaran mengenai kucing atau malah justru mengenai pahlawan kucing itu ( Redu ), Astaghfirullah berfikir apa aku ini.

‘Berhasil ‘, aku menagkap Alto, tentu saja dia meronta. “ bisakah mba pinjam pisaunya? “ masih berusaha tenang.
“ nggak, kucing itu nakutin mas Rama, mas Rama jadi takut, nanti dia sesek” Alto tetap meronta minta dilepaskan.
“ nggak apa – apa, kucing itu sama mas Redu, nggak bakalan ke mas Rama, tuh lihat kan? “ sedikit lagi, ya sedikit lagi pasti berhasil.
“kucing ini nggak ngapa- ngapain Rama kok, dia cuma lapar, jadi tadi dia ndeketin Rama mau minta makannya, tapi Rama jahat dia malah nendang kucing ini, aku kasihan… Alto malah mau nusuk kucing, dia lebih jahat, kucing nggak salah apa – apa” Redu menangis dan masih memeluk kucing yang semakin tampak memelas itu.
“ boleh mba pinjam pisaunya sayang, kalo Alto bawa pisau, kucingnya jadi takut, makannya kelihatan galak ?” perlahan Alto memberikan pisau itu, aku membawanya menjauh dari anak – anak sambil menggendong Alto. Sementara itu sekilas aku memperhatikan Rama masih siaga dengan sapunya, raut ketakutan di wajahnya masih jelas terlihat. Justru aku yang mulai khawatir, jika terlalu tegang maka asma mas Rama juga akan kambuh. Aku dan Alto beranjak mendekati Rama.
“ nggak apa – apa mas, kucingnya di bawa mas Redu, boleh mba pinjam sapunya?” dia masih berdiri, malah justru semakin memeluk sapunya.
“ iya mas Rama nggak papa, kucingnya nggak bakal kesini, sapunya disembunyiin aja, soalnya kalo kucing lihat mas Rama bawa sapu, kucingnya takut terus jadi galak deh “ Alto menghibur Rama dengan mengulang perkataanku tadi.
Rama mulai melunak namun ia kembali menegang, ternyata Redu mendekat dengan membawa kucing itu.
“jangan kesini bawa kucing “ teriak Alto
“kenapa? Kucingnya nggak papa kok”
“ mas Rama takut, nanti dia sesek “
“kucingnya baik, nggak nakal” Redu tetap berjalan mendekat, dan Rama semakin ketakutan.
Aku menurunkan Alto, dan membiarkannya mendekati Rama. Aku mendekati Redu dan menghentikan langkah Redu, ia merasa terancam, mengira aku akan melukai kucing itu.
“ mas Redu, berhenti disitu “ Redu malah semakin menjaga jarak, nampaknya pilihan kalimat dan intonasiku salah.
“ sayang, mas Rama takut sama kucing, dia alergi bulu kucing, karena punya sakit asma, mas Redu mau kalo mas Rama sakit ? “ perlahan aku meminimalisir jarak yg dipasang Redu.
Redu menggeleng, tandanya ada reaksi positif. “ baiklah kalo gitu bawa kucing itu menjauh dari mas Rama, gimana ? “
“ ya, tapi kucing ini dibawa kemana? Dia kan nggak ada temennya “ Redu hatimu lembut sekali, kalo sudah besar nanti kamu akan menjadi pria yang penuh kasih sayang ( alay… :p )
“ hum, … gimana kalo sementara kita taruh kucing ini di luar, nanti kita bikinin rumah pake kardus, tapi di luar rumah, gimana ? “
“ gimana ya…? “ Redu mempertimbangkan.
“ siapa tahu kucing ini ada yang punya, sementara dia di rumah kardus dulu, biar nggak masuk dan bikin mas Rama takut “
“ iya deh… “
Petualangan hari ini pun berakhir, mas Rama tampak sedikit tenang, walaupun masih tampak siaga jika sesekali melihat kucing itu.

Tahukah….
Anak – anak itu selalu punya alasan setiap apapun yang dilakukannya, mereka bahkan lebih bertanggung jawab disbanding orang dewasa.

Mereka punya rasa untuk menjaga….
Mereka punya rasa untuk melindungi…
Mereka punya rasa untuk berbagi…
Mereka punya rasa untuk bertanggung jawab…
Hanya…
Mereka terkadang tak tahu cara berbuat…
Mereka tak tahu cara menyampaikan…
Maka dekatkan hati bersih dan akal cerdas mereka dengan Allah, dengan Allah…


“ Tiap bayi dilahirkan dalam keadaan suci (fitrah-Islami). Ayah dan ibunya lah kelak yang menjadikannya Yahudi, Nasrani atau Majusi (penyembah api dan berhala) “. (HR. Bukhari)